Yang Membentuk Anak Memiliki Karakter Berintegritas

Oleh: Ameliana Tri Prihatini Novianti, S.Si Guru Multimedia SMK Negeri 1 Kelapa, Bangka Barat

Sebuah organisasi internasional non profit yang bertujuan untuk membangun dunia bersih dari praktik dan dampak korupsi di seluruh dunia bernama Transparency International (TI) setiap tahun merilis publikasi yang dikenal dengan nama Indeks Persepsi Korupsi (IPK). IPK berupa semacam penilaian terhadap perilaku persepsi korupsi negara-negara di dunia menggunakan nilai 0 sampai 100 kemudian dilakukan perankingan. Berbanding lurus dengan penilaian yang biasa dilakukan di sekolah, negara yang paling korup di dunia akan mendapatkan nilai 0 dan negara paling bersih dari korupsi mendapatkan nilai 100. Peringkat 1 tentunya negara yang paling bersih dari korupsi dan semakin bertambah angka peringkatnya, maka negara tersebut semakin tinggi tingkat korupsinya. Tanggal 22 Februari 2018, Transparency International (TI) merilis IPK 180 negara di dunia. Peringkat pertama diraih Selandia Baru dengan perolehan nilai 89 dan peringkat terakhir diberikan ke Somalia dengan perolehan nilai 9. Indonesia berada di peringkat 96 dengan perolehan nilai 37 bersama dengan Brasil, Kolombia, Panama, Peru, Thailand, dan Zambia di peringkat dan perolehan nilai yang sama. Ibarat nilai raport, tentunya nilai 37 dari indeks 100 merupakan nilai yang jauh dari ideal. Upaya nyata dan fundamental mutlak dilakukan untuk mendongkrak nilai menjadi ideal. Remidial harus dilakukan secara holistik dari lingkup terkecil seperti keluarga ke lingkup yang lebih besar, agar bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan jauh dari perilaku korupsi warga negaranya. Peran keluarga tentu sangat besar, mengingat keluarga adalah madrasah pertama dalam kehidupan insan manusia, sehingga pencegahan perilaku korupsi dari lingkungan terkecil yaitu keluarga menjadi hal yang mutlak dibudayakan. Penulis menganalisis kemudian mendeskripsikan gambaran pribadi berintegritas yang sudah terbentuk dari rumah dan upaya dalam membentuk nilai karakter tersebut berdasarkan wawancara via email dengan Dr. Gendon Barus, M.Si Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Psikolog Riska Prameswari, M.Psi., pemilik Bright Psychology Center (pusat layanan psikologi) yang beralamat di Jl. Pahlawan 12 No.227 Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah gambaran pribadi berintegritas yang dibentuk dari rumah. Setiap orang tua menginginkan anaknya bersikap jujur, peduli terhadap sesama, memiliki kemandirian, berdisiplin, memiliki rasa tanggung jawab, suka bekerja keras, nyaman dengan kesederhanaan, berani mengatakan mana yang benar dan mana yang salah, mampu berbuat adil, dan sabar dengan segala hal yang tidak sesuai keinginan karena kesepuluh inilah nilai-nilai integritas bersih korupsi. Orangtua seringkali mengucapkan kalimat antara lain: 1) Anak tidak dibolehkan menyontek teman ketika ulangan dan mjuga tidak dibolehkan memberi contekan ke teman; 2) Anak diminta untuk membantu membereskan rumah; 3) Anak diminta untuk bangun tidur dan pergi tidur tepat waktu; 4) Anak diwajibkan bertanggung jawab dengan membereskan mainannya setelah selesai bermain; 5) Anak dipaksa untuk rajin belajar; 6) Anak diberi nasehat orang tua untuk selalu berbuat baik terhadap sesama. Tujuan orang tua mengucapkan kalimat di atas tak lain karena orang tua menginginkan anaknya menjadi pribadi yang berintegritas dengan memiliki sepuluh nilai-nilai integritas di atas. Namun, fakta dilapangan menjabarkan hal yang berbeda. Anak tetap saja menyontek walaupun sudah dinasehati untuk tidak boleh menyontek, anak tetap tidak mau membantu membereskan rumah, tidak disiplin dengan waktu, tidak membereskan mainannya setelah selesai bermain, bahkan tetap saja malas belajar. Upaya nyata lain yang dilakukan orang tua agar anak memiliki nilai-nilai integritas di atas adalah dengan membelikan buku cerita atau buku bacaan menarik yang memiliki pesan moral secara terselubung maupun terang-terangan. Orang tua juga meluangkan waktu untuk membaca bersama anak-anaknya buku-buku tersebut, tetapi tetap saja kenyataan dilapangan menjabarkan fakta yang berbeda. Anak-anak tidak menerapkan pesan moral yang didapat dari buku bacaan yang dibaca bersama dengan orang tuanya. Sama parahnya dengan penjabaran di atas, seringkali setiap ada kejadian buruk di lingkungan tempat tinggal misalnya maling yang tertangkap ketika mencuri di salah satu rumah warga atau tayangan televisi yang memuat berita korupsi pejabat, Orang tua kemudian memberi nasehat ke anak agar anak tidak melakukan hal-hal buruk tesebut. Namun, lagi-lagi nasehat ini akan dimentahkan oleh anak ketika orang tua secara sadar maupun tidak telah mengerjakan tugas sekolah yang harusnya dikerjakan oleh anaknya, ada juga orang tua yang berupaya secara ilegal untuk memenangkan anaknya dalam suatu kegiatan pertandingan. Anak memiliki pribadi berintegritas yang dibentuk dari rumah bukan dengan cara yang dilakukan oleh orang tua pada umumnya selama ini. Sadar atau tidak selama ini orang ,tua memperlihatkan perilaku yang berbeda dengan apa yang orang tua ucapkan kepada anak. Orang tua harus mengubah pandangan dan pemikirannya dalam mendidik anak. Anak-anak membutuhkan orang tua yang memiliki nilai-nilai integritas bersih korupsi dan orang ,tua harus menjalankan nilai-nilai integritas bersih korupsi itu di depan anak-anaknya. Tujuan dari orang tua menjalankan nilai-nilai integritas bersih korupsi di rumah agar anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan yang sama. Pribadi anak dalam lingkungan keluarga yang telah terbentuk integritasnya akan menikmati apapun keadaan yang dijalaninya tanpa mengeluh. Ketika anak dihadapkan dengan kenyataan bahwa tas sekolahnya robek, orang tua secara bijak dan dewasa tidak terburu-buru membelikan tas sekolah yang baru walaupun orang tua memiliki uang untuk membelikannya. Orang tua hendaknya memberikan solusi bagaimana tas tersebut diperbaiki dan dapat digunakan kembali untuk anak bersekolah. Inilah yang disebut dengan pendidikan untuk membentuk nilai-nilai integritas bebas korupsi di rumah. Terkadang ego orangtualah yang membuat anak menjadi pribadi yang selalu merasa kurang, padahal sejatinya anak-anak dapat diberikan pengertian dan contoh nyata dari orang tua yang juga menggunakan tas yang diperbaiki ketika berangkat bekerja. Pribadi anak yang tetap mampu bertahan dengan hidup seadanya walau orang tuanya mampu membelikan tas sekolah yang baru adalah pribadi yang memiliki integritas, dan pribadi-pribadi seperti inilah yang nantinya akan meneruskan laju kehidupan bangsa. Pribadi berintegritas akan menikmati hidup yang seadanya, karena memang telah merasa cukup dan bahagia dengan hidup yang seperti itu, mencari uang yang halal tanpa merampas hak orang lain. Berdasarkan pernyataan di atas, gambaran pribadi berintegritas yang dibentuk dari rumah adalah pribadi yang dalam dirinya memiliki sepuluh karakter nilai-nilai bebas korupsi, yaitu: jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, adil, dan sabar. (***). .
Light Dark