444 Kasus Kekerasan Perempuan & Anak

Jumlah Kasus Cenderung Meningkat
Pangkalpinang - Jumlah kasus kekerasan yang terjadi kepada perempuan dan anak di Provinsi Bangka Belitung (Babel) cenderung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Munculnya kasus ini terjadi dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah ekonomi dan pengaruh media sosial yang mulai merasuki masyarakat hingga kelas menengah ke bawah. Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Dukcapil dan Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Provinsi Babel, Rita Aryani membenarkan, kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini setiap tahun berfluktuasi dan cenderung meningkat. Pada tahun 2010 misalnya, terdapat 17 kasus kekerasan anak dan perempuan meski semuanya dapat diselesaikan. Tapi kasus serupa meningkat pada tahun 2011 menjadi 22 kasus. Kemudian di tahun 2012 menurun menjadi 18 kasus, tapi naik lagi di 2013 terdapat 23 kasus, dan berhasil diselesaikan 22 kasus. Kemudian pada tahun 2014, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Babel menurun menjadi 16 kasus. Namun tahun 2015 melonjak lagi jadi 31 kasus, dan pada 2016 terdata sebanyak 21 kasus. Dengan demikian, dari data itu terangkum bahwa korban kekerasan baik itu pada anak maupun perempuan dengan total 444 orang. Jumlah itu termasuk data kekerasan di tahun 2015 sebanyak 182 orang, dan di tahun 2016 meningkat menjadi 262 orang. "Yang paling banyak terjadi di Pangkalpinang, data korban pada kasus 2016 ada 63 dan 66 untuk Kabupaten Bangka. Ini meningkat, dimana sebelumnya di Pangkalpinang 40 dan Bangka 28," rincinya. Kabupaten lainnya, seperti Bangka Barat (Babar) pada 2015 terdapat 34 korban, dan di 2016 meningkat menjadi 46 kasus. Kabupaten Bangka Selatan, dari data korban 20 orang pada tahun 2015, dan di tahun 2016 tidak terdata. Sementara Bangka Tengah dari delapan data korban pada 2015 menjadi 17 di 2016. Demikian juga Kabupaten Belitung dari semula 20 korban pada 2015, melonjak menjadi 54 korban di 2016. Sedangkan Kabupaten Belitung Timur, jika pada 2015 terdapat korban kekerasan ada 32 ornag, menurun menjadi 16 orang saja pada 2016. Rita menambahkan, kasus yang terjadi ini beragam. Meskipun Provinsi Babel bukan daerah transit trafficking, tetapi kasus itu juga tetap pernah terjadi di Babel. "Sebetulnya kasus kekerasan ini seperti fenomena gunung es, mungkin ada yang tak terpantau karena masih malu untuk melapor atau lainnya," terang dia. Sementara Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana Kementerian PPA, Erni Rachmawati menambahkan, secara nasional memang ada kecenderungan kekerasan terhadap perempuan naik memang semakin banyak. Namun ia juga mengakui, bahwa kasus ini sebetulnya banyak terjadi tetapi sedikit yang terungkap, seperti gunung es. "Trafficking, anak juga banyak, bisa dipengaruhi ekonomi dan korban media sosial. Dan anak korban trafficking atau kasus kekerasan itu akan menjadi pelaku lima hingga sepuluh tahun kedepan, karena dia pernah mengalami kemudian bisa saja timbul balas dendam sehingga ia melakukan hal yang sama. Dan bisa juga media menjadi contoh mereka melakukan hal-hal yang diluar batas ini," jelas Erni. Karena itu Erni mengimbau, para orangtua untuk betul-betul mengawasi dan menjaga anak-anak. Masyarakat disarankan belajar menjadi orangtua yang mampu menahan emosi untuk tidak melakukan kekerasan terhadap anak. "Tak sedikit kasus yang terjadi dilakukan oleh orangtua. Orangtua diminta jangan membuat trauma berkelanjutan bagi anak. Sekali anak ditampar itu akan terekam di otaknya. Orangtua harus bisa lebih bijak menyikapi persoalan anak, pahami jiwa anak-anak, dan selalu lindungi anak-anak," ajaknya. Erni berharap, agar ketika anak mengalami kasus kekerasan untuk tidak sungkan melapor kepada pihak terkait. Sehingga anak bisa mendapatkan perlindungan hukum dan pelaku juga bisa dijerat oleh hukuman. (nov/1)
Light Dark